TENTANG DAYDU
Sesuai amanat Undang-undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa dalam hal Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) belum tersusun, maka pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup (Pasal 12 ayat 2). Dan pasal 12 ayat 3 menyebutkan bahwa daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup ditetapkan oleh Menteri untuk DDDT LH nasional dan pulau kepulauan, Gubernur untuk DDDT LH Provinsi dan ekoregion lintas kabupaten/kota dan Bupati untuk DDDT LH Kabupaten/kota dan ekoregion di wilayah Kabupaten/kota.
Selain itu, dalam pasal 15, 16 dan 17 dijelaskan bahwa daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup merupakan salah satu muatan kajian yang mendasari penyusunan atau evaluasi kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) terhadap bentuk-bentuk perencanaan pembangunan seperti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Recnana Pembangunan Jangka Panjang dan Jangka Menengah (RPJP dan RPJM) serta kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan. Serta dalam pasal 19 juga diamanatkan bahwa untuk menjaga kelesatarian fungsi lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada KLHS dan ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Dengan kata lain daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup menjadi inti dari kegiatan KLHS dan RPPLH atau lebih jauh lagi menjadi core business dari kelembagaan lingkungan hidup.
Dalam perencanaan perlindungan dan pemanfaatan sumber daya alam, Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sangatlah penting sebagai basis untuk perubahan paradigma kebijakan alokasi ruang dan pemanfaatan sumber daya alam, sebagai perbaikan tata kelola sumber daya alam berikut kelembagaannya, sebagai pemulihan kualitas lingkungan hidup yang telah kritis serta perbaikan pemenuhan hak-hak masyarakat, sehingga daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sangat ditungg-tunggu sebagai informasi dasar (benchmark) dalam skenario penataanruang, dalam skenario perencanaan pembangunan untuk pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Selama ini proses pembangunan yang terformulasikan dalam kebijakan, rencana dan/atau program dipandang kurang mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan secara optimal. Upaya pengelolaan lingkungan pada tataran kegiatan atau proyek melalui berbagai instrumen seperti antara lain AMDAL, dipandang belum menyelesaikan berbagai persoalan lingkungan hidup secara optimal, mengingat berbagai persoalan lingkungan hidup berada pada tataran kebijakan, rencana dan/atau program. Memperhatikan hal tersebut, penggunaan SDA danLH harus selaras, serasi dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup. Sebagai konsekuensinya kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan harus memperhatikan aspek lingkungan hidup dan mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan.
Tantangan terbesar pengelolaan sumber daya alam/lingkungan hidup adalah menciptakan untuk selanjutnya mempertahankan keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan hidup manusia dan keberlanjutan pemanfaatan dan keberadaan sumber daya alam/lingkungan hidup yang merupakan system penopang kehidupan. Untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan, maka perencanaan pengelolaan sumber daya harus berlandaskan pada daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Konsep daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup seharusnya dimanfaatkan sebagai kerangka untuk operasionalisasi pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Banyak metoda yang dapat digunakan dalam penyusunan daya dukung dan daya tampung lingkungan, namun saat ini dengan keterbatasan waktu dan dana serta SDM, pendekatan jasa ekosistem lebih mudah dan lebih efisien untuk diterapkan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka kebutuhan penysunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup di suatu wilayah sangat mendesak dan strategis. Penyusunan daya dukung daya tampung lingkungan hidup dilakukan dengan menggunakan metodologi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan disepakati secara nasional agar implementasi instrumen daya dukung daya tampung lingkungan hidup dalam perencanaan pembangunan dapat dilaksanakan sampai ke tingkat daerah.
PENDEKATAN JASA EKOSISTEM
Jasa ekosistem adalah manfaat yang diperoleh manusia dari ekosistem. Manfaat ini termasuk jasa penyediaan (provisioning), seperti pangan, air; jasa pengaturan (regulating) seperti pengaturan terhadap banjir, kekeringan, degradasi lahan dan penyakit; jasa pendukung (supporting), seperti pembentukan tanah dan siklus hara; serta jasa kultural (cultural), seperti spiritual, keagamaan dan manfaat non material lainnya
Banyak metode yang telah dikembangkan dalam menentukan daya dukung lingkungan suatu wilayah. Sampai saat ini metode yang kerap digunakan yaitu metode penentuan daya dukung lingkungan yang berbasis pada potensi lingkungan seperti kapasitas bioekologi, kapasitas lahan, air, dan udara dalam menyerap karbondioksida. Penentuan daya dukung berbasis potensi terkadang kurang dapat menggambarkan kondisi daya dukung secara komprehensif dan kurang dapat menggambarkan data secara spasial kewilayahan. Hasil penentuan daya dukung lingkungan yang berbasis potensi ini terkadang kurang dapat dimanfaatkan secara tepat guna dalam penentuan kebijakan pembangunan di suatu daerah pada wilayah tertentu. Hal ini terjadi karena penentuan daya dukung berbasis potensi hanya menggambarkan kondisi kapasitas lingkungan berbasis wilayah administrasi saja.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menjawab kelemahan metode daya dukung berbasis potensi yaitu dengan berbasis pada jasa ekosistem. Penilaian daya dukung lingkungan berbasis jasa ekosistem dilakukan dengan mendasarkan pada manfaat yang dapat dihasilkan dari suatu ekosistem. Pendekatan nilai jasa ekosistem dalam perhitungan daya dukung lingkungan didasarkan pada fungsi dari sumberdaya alam dan lingkungan yaitu berbentuk barang (goods) dan pelayanan (services). Produk berupa barang yang dinilai berupa hasil langsung dari sumberdaya alam dan lingkungan seperti kayu, bahan tambang, minyak, gas, pangan, dan sebagainya. Sedangkan, produk jasa yang dinilai berupa hasil tidak langsung atau disebut pula jasa lingkungan (jasa ekosistem) berupa fungsi lingkungan seperti tata air, iklim, air bersih, biodiversitas, keindahan, kesejukan, dan lain sebagainya.
Pengelompokan jasa ekosistem kedalam empat kelompok, yaitu jasa penyedia, jasa pengaturan, jasa budaya, dan jasa pendukung jenis peta jasa ekosistem. Dimana didalam pengelompokan tersebut tersedia hampir 23 jenis jasa ekosistem, mulai dari dari jasa pangan, air bersih, serat, sumberdaya genetik, pengaturan iklim, tata air, bencana alam, limbah, kualitas udara, hama penyakit, jasa tempat tinggal, rekreasi, budaya, flora fauna, biodiversitas dan lain sebagainya (lihat sumber Millenium Ecosystem Asseesment). Semakin besar (luas) jenis jasa ekosistem tertentu, maka semakin besar pula daya dukung dan daya tampung lingkungannya. Dengan melihat jenis jasa ekosistem tersebut kita langsung menyakini pada jenis-jenis jasa ekosistem tersebut hakekatnya merupakan objek penataan dan perlindungan lingkungan hidup yang akan disusun dalam RPPLH.
KEDUDUKAN DDDTLH DALAM RPPLH
Kedudukan konsep DDDTLH dalam RPPLH sangatlah penting, karena semua sistem pengelolaan lingkungan hampir dipastikan bertujuan untuk meningkatkan atau mempertahankan kondisi DDDTLH. Manfaat DDDTLH khususnya metode jasa ekosistem berbasis spasial dalam penyusunan RPPLH :
PERTAMA
Konsep DDDTLH dapat menjadi pengganti RPPLH yang belum disusun dan diPerdakan. Sebagaimana disampaikan dalam Pasal 12 UU 32/2009, dalam kondisi RPPLH belum disusun, maka pemanfaatan sumberdaya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Sebagaimana diketahui sangat banyak Pemerintah Daerah yang belum memiliki RPPLH, sehingga cara efektif untuk menyelesaikannya adalah dengan mengunakan DDDTLH, bahkan bisa menjadi jawaban bahwa RPPLH cacat hukum karena tidak mengacu pada RPPLH. Sebagai "ban serep", DDDTLH lebih bersifat operasional.
KEDUA
Berfungsi sebagai wadah dimuatnya konsep Inventarisasi Lingkungan Hidup dan Ekoregion. DDDTLH merupakan bagian dari proses inventarisasi lingkungan hidup disamping IKLH dan SLHD atau IKPLHD. Yang penting lagi adalah tertuangnya konsep ekoregion yang menjadi dasar penting dalam penyusunan RPPLH. ekoregion menjadi dasar dan memiliki peran yang sangat penting dalam melihat keterkaitan, interaksi, interdependensi dan dinamika pemanfaatan berbagai sumberdaya alam antar ekosistem di wilayah ekoregion.
KETIGA
DDDTLH berfungsi sebagai bahan utama dalam menampilkan profil dan rona lingkungan hidup daerah perencanaan. Penyusunan RPPLH selalu diawali dari menyampaikan potret kondisi awal perencanaan (baseline study), sehingga dapat dinalisis tentang potensi dan masalah lingkungan hidup di daerah. Dengan 20 jenis informasi dan peta DDDTLH diharapkan akan melengkapi penyusunan RPPLH pada tahap awal.
KEEMPAT
Bagian penting dari dokumen perencanaan (seperti RPJM) biasanya juga selalu di awali dengan pembahasan isu strategis. DDDTLH dapat berfungsi menjadi panduan untuk merumuskan isu strategis daerah ataupun dalam bahasa KLHS sering disebut Isu pembangunan berkelanjutan. Dalam pilar lingkungan hidup, maka 20an jenis informasi jasa ekosistem dapat pula menggambarkan isu strategis daerah perencanaan. Draft RPPLH Nasional misalnya, dengan menggunakan informasi DDDTLH mengarahkan dua isu strategis utama di Jawa yaitu Pangan dan Air. Jenis-jenis DDDTLH yang terkenan tekanan atau terancam kelestariannya dapat dipilih menjadi isu strategis.
KELIMA
Dalam dokumen perencanaan, umumnya dilakukan analisis tentang potensi dan permasalahan. Dalam penyusunan RPJM biasanya menggunakan analisis SWOT. Panduan perencanaan lingkungan lebih banyak menggubakan pendekatan DPSIR (driver-pressure-state-impact-response) dalam menganalisis keterkaitan antar persoalan dan penyebabnya, termasuk respon yang diberikan. Konsep DDDTLH dapat diletakkan pada posisi state, pressure ataupun impact, sehingga dapat menjadi panduan yang baik dalam menentukan respon Kebijakan Rencana dan Program.
KEENAM
Kelanjutan ataupun melengkapi dari analisis DPSIR, jenis-jenis jasa ekosistem dalam DDDTLH dapat diletakkan sebagai objek yang terkena dampak. Misalnya jika ada KRP yang telah ditetapkan, dapat dianalisis seberapa besar dampaknya terhadap kapasitas jasa ekosistem baik dalam ukuran-ukuran yang absolut maupun relative.
KETUJUH
Setiap dokumen perencanaan selalu memiliki dimensi waktu tertentu, yang implikasinya adalah pentingnya dibuat sasaran dan target dalam runtut waktu perencanaan. Dalam konteks ini, DDDTLH jasa ekosistem dapat digunakan sebagai (1) jenis indikator dan (2) dasar penetapan sasaran (target) perencanaan. Target RPPLH minimal dapat mengacu pada dua konsp yaitu konsep Indikator Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) dan peningkatan kapasitas DDDTLH. Misalnya target RPPLH adalah meningkatkan jasa pangan atau mempertahankan ketersediaan air, biodiversitas, iklim, dll dapat menggunakan 20an jenis informasi yang tersajikan dalam DDDTLH. Sasaran dapat ditentukan dalam dua bentuk yaitu bersifat kuantitatif (angka) dan kualitatif (naratif).
KEDELAPAN
Yang terpenting, DDDTLH dapat berfungsi dan "harus" menjadi dasar bagi tersusunnya empat muatan RPPLH, yaitu (1) pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber daya alam; (2) pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi lingkungan hidup; (3) pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian sumber daya alam; dan (4) adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.
KESEMBILAN
Bagian terpenting dalam penyusunan dokumen perencanaan, adalah menyusun Matrik Program. Matrik ini berisi paparan tentang Apa yang dilakukan (Program, Indikator, Target), kapan dilakukan yang terkaitr frame waktu perencanaan (tahunan, lima tahunan, Panjang), siapa yang melakukan (instansi), dimana dilakukan (Lokasi), dan bagaimana melakukannya (Budget). Analisis DDDTLH akan menjalankan perannya khususnya tentang program indikator dan target, serta lokasi dimana diimplementasikannya KRP. Matrik perencanaan dan Peta DDTLH sangat berfungsi besar jika dilakukan proses integrasi RPPLH dengan dokumen perencanaan lain khususnya RPJM dan RTRW. Media Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi antar lembaga atau institusi dapat dilakukan dengan instrument Matrik Program dan Peta.